Jumat, 13 Mei 2016

JALAN KEMENANGAN MENUJU KIBLAT

NAPOLEON BONAPARTE,sapa yang tidak tahu???

Napoleon Bonaparte, siapa yang tak kenal? La petit generale alias jenderal cebol yang kemudian jadi kaisar pertama Perancis yang berhasil menguasai hampir seluruh Eropa daratan (kecuali Rusia). Napoleon juga menjadi salah satu ironi terbesar Revolusi Perancis. Semula revolusi yang diawali dengan penyerbuan penjara Bastille itu semula bertujuan meruntuhkan kekuasaan absolut maharaja Louis XVI dan permaisurinya yang superboros : Marie Antoinette. Namun belakangan revolusi justru dipungkasi dengan pelantikan Napoleon Bonaparte sebagai kaisar dengan kekuasaan mutlak (absolut). Napoleon amat dikenal dengan ambisinya menguasai seluruh daratan Eropa, ambisi yang membawa Perancis pada peperangan terus menerus khususnya melawan Inggris dan kekaisaran Rusia. Setelah mampu menyapu daratan Eropa dalam sekejap, serbuannya ke Rusia berantakan akibat oleh cuaca buruk dan berjangkitnya wabah penyakit, peristiwa yang dipicu oleh letusan katastrofik Gunung Tambora 1815 di Indonesia. Sempat digulingkan dari tampuk kekaisaran dan diasingkan ke pulau Elba, belakangan Napoleon berhasil meloloskan diri dan meraih kekuasaannya kembali, sebelum kemudian pertempuran besar di Waterloo menghentikan langkahnya dan menjadikannya tawanan perang hingga akhir hayatnya. Champ Elysees di waktu malam dengan monumen Arc de Triomphe menjulang di latar belakang. Salah satu monumen peninggalan Napoleon adalah Champ Elysees, jalan raya sepanjang +/- 2 km yang menjadi poros utama kota Paris. Di sinilah bangunan-bangunan bersejarah kota Paris berdiri, seperti Place de la Concorde, monumen Obelisk Luxor, patung Napoleon dan monumen Arc de Triomphe yang menjadi simbol kemenangan Napoleon. Sehingga Champ Elysees dikenal juga sebagai poros historis Paris. Amat mengesankan, jalan lurus yang menjadi poros utama kota Paris ini ternyata tidak membentang dalam arah mataangin utama (utara-selatan atau barat-timur) yang umumnya menjadi patokan arah poros tradisional, meskipun kota Paris dinyatakan sebagai kota tempat melintasnya Garis Bujur Utama atau Meridian Utama atau Garis Mawar (sebelum keputusan konferensi meridian 1884 yang menetapkan garis itu melintasi Greenwich di dekat London, Inggris). Champ Elysees ternyata membentang ke arah tenggara. Jika dicek dengan Google Earth, poros utama Paris ini membentang menuju azimuth 115 (catatan : dalam sistem azimuth, maka utara = 0, timur = 90, selatan = 180 dan barat = 270). Tak ada penjelasan mengapa Champ Elysees mengarah ke azimuth ini. 1331300389866709260 1331300389866709260 Kelurusan Champ Elysees diperbandingkan dengan arah kiblat kota Paris. Koordinat yang diperlihatkan adalah titik dekat monumen Arc de Triomphe. Barulah setelah dicek dengan Qibla Locator (http://www.rukyatulhilal.org/qiblalocator), misteri arah Champ Elysees sedikit terkuak. Champ Elysees ternyata hampir sejajar dengan arah kiblat untuk kota Paris dan hanya berselisih 5 derajat. Arah kiblat Paris berada pada azimuth 119 dengan jarak pisah ke Ka'bah sejauh 4.500 km. Kesesuaian ini cukup mengagumkan, mengingat cukup banyak masjid kuno di seantero Eropa yang arahnya tidak berimpit dengan arah kiblat. Problem ini pun juga muncul di Indonesia, dimana antara 3 hingga 4 dari 5 masjid di Indonesia tidak sesuai dengan arah kiblat setempat. Mengapa Champ Elysees mengarah ke kiblat? Konon, ini merupakan bagian dari Napoleon Bonaparte terhadap peradaban Islam. Sejak Napoleon masih jadi perwira Perancis di Mesir, ia amat terkesan dengan Islam dan seluk-beluknya meski secara tradisional Perancis adalah musuh bebuyutan seluruh imperium Islam sejak era Perang Salib. Pengangkatannya menjadi kaisar Perancis memungkinkannya mengimplementasikan kekagumannya dalam berbagai aspek, mulai dari penyusunan Code Napoleon hingga tata kota Paris, termasuk pembangunan Champ Elysees. Bagaimana sebenarnya konsep arah kiblat? Dan bagaimana pula tata cara pengukurannya yang baku? Silahkan disimak lebih lanjut dalam buku setebal 303 + xv halaman yang berjudul "Sang Nabi Pun Berputar : Arah Kiblat dan Tata Cara Pengukurannya" terbitan Tinta Medina (Tiga Serangkai Group) Surakarta.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/marufinsudibyo/napoleon-dan-arah-kiblat_550e5784a33311ab2dba8153
"Kau belum dianggap ke Eropa jika tak menginjakkan kaki di bumi Paris"
Ternyata setelah baca buku "99 Cahaya di Langit Eropa" banyak banget sejarah peradaban Islam yang tersembunyi di sana. Paris bukan hanya soal Tour de  Eiffel (Menara Eiffel) dan Museum Louvre, tetapi ada beberapa hal yang mesti diketahui khususnya mengenai peradaban Islam di sana.  


  • La  défense

La Défense, menghadap ke Arc de Triomphe.

La Défense merupakan sebuah distrik bisnis besar untuk kota Paris dan merupakan yang terbesar di Eropa,membatasi Neuilly-sur-Seine, bagian barat kota. Distrik ini merupakan salah satu distrik bisnis utama di Eropa. Letaknya terpusat pada jalan tol yang mengelilingi commune Nanterre, Courbevoie dan Puteaux di département Hauts-de-Seine. Distrik ini terletak di Sumbu Bersejarah Paris paling barat (sekitar 10 km), yang mana berawal di Louvre di Pusat Kota Paris dan melintasi Champs-Élysées dan Arc de Triomphe.
Di sekitar Grande Arche-nya setinggi 100m dan esplanade ("le Parvis"), distrik ini berisi beberapa bangunan tertinggi di area urban Paris: dengan luas 77.5 ekar, 72 bangunan kaca-dan-besi termasuk 14 gedung di atas 150 m, 150 000 pekerja harian dan 3.5 juta meter persegi perkantoran. La Défense merupakan distrik terbesar di Eropa yang secara khusus dibangun untuk bisnis.
  • Monumen Arc de Triomphe  de l'Étoile dan Jalan Champs-Élysée


Champs-Élysées secara harfiah bermakna "Lapangan Elysium" adalah sebuah avenue luas di ibu kota Paris. Champs-Élysées merupakan salah satu jalan yang paling terkenal di dunia dan dengan penyewaan sebesar $1.25 juta per tahun untuk lapangan pertokoan seluas 1,000 kaki persegi (100 m²), jalan ini menjadi strip real estat termahal kedua di dunia (pertama di Eropa) setelah Fifth Avenue di New York City. Namanya merujuk kepada Lapangan Elysium, kerajaan kematian dalam mitologi Yunani.Champs-Élysées dikenal sebagai La plus belle avenue du monde ("Jalan terindah di dunia"). Masuknya jaringan toko dunia dalam beberapa tahun ini telah mengubah karakter asli avenue tersebut.
Monumen Arc de Triomphe  de l'Étoile sebagai pintu gerbang yang menjadi ikon kota Paris untuk memasuki jalan Champs-Élysée 

  • Monumen Obelisk Mesir


  • Monumen Arc de Triomphe du Carrousel
Di bagian atas monumen ini terdapat patung Quadriga, kereta perang Yunani kuno yang ditarik 4 kuda berukuran sebenarnya. Kereta perang itu ditunggangi perempuan yang diapit dua figur perempuan lain yang bersayap, seperti figur malaikat. 

  • Museum Louvre


Bangunan-bangunan penting  tersebut bila dihubungkan akan membentuk garis lurus yang sempurna dan inilah yang disebut dengan "Axe Historique" atau garis imajiner yang tepat membelah kota Paris. Bila ditelisik, jika kita terus menarik garis lurus Aze Historique ke timur, terus keluar kota Paris dan benua lainnya maka kita akan bertemu dengan Mekkah....
Subhanallah....

"Mungkin itulah maksud tersembunyi napoleon membangun Axe historique. Sebutan lainnya adalah Voie Triomphale 'Jalan Kemenangan' ". 
"Ya. Napoleon Bonaparte. Voie Triomphale ini sengaja dibuat untuk merayakan kemenangan pahlawan besar Prancis, Napoleon Bonaparte, Sang Penakluk Eropa. Napoleon sendiri yang memerintahkan membangun 2 monumen besar berbentuk pintu gerbang mengapit jalan Champs-Élysée. Pintu gerbang sebagai simbol kemenangan dan pembebasan. Kemudian muncullah bangunan tambahan sepanjang garis antara  2 monumen tersebut. Obelisk Mesir tahun 1800 an, lalu piramida Louvre dan La  défense atas perintah Presiden Mitterand" 
"Kau perhatikan  baik-baik bangunan monumen gerbang Arc de Triomphe du Carrousel ini. Bangunan ini dibangun atas perintah langsung Napoleon. Menurutmu bangunan ini menghadap kemana?"
"Patung besar manusia dan 4 ekor kuda dalam ukuran sebenarnya itu semua serempak membelakangi  La  défense . Patung Quadriga dan malaikat semua menghadap ke timur tenggara. Arah Mekkah..semuanya menjadi tidak kebetulan. "
"Sekarang Hanum, Arc de Triomphe du Carrousel ini dibangun tak lama setelah Napoleon kembali dari ekspedisinya menaklukan Mesir. Sekembalinya dari Mesir, menurut sebuah surat kabar saat itu, Napoleon menjadi begitu religius. Banyak kutipan dalam sejarah yang mangatakan dia begitu mengagumi Al Quran dan Nabi Muhammad. Well, sebagian orang tetap menganggap itu hanya strategi perang Napoleon untuk merengkuh hati rakyat Mesir yang ditaklukannya. Tapi kau tahu kan, ada sistem hukum yang dia buat sekembalinya di Paris, yang dia katakan terinspirasi dari pertemuannya dengan seorang imam di Mesir yang mengundangnya pada sebuah acara Islam? dari situlah dia menelurkan apa yang disebut Napoleonic Code. Kalau dicermati, pasal-pasalnya senapas dengan syariah Islam."  

sumber : http://leilanirahma.blogspot.co.id
Napoleon Bonaparte, siapa yang tak kenal? La petit generale alias jenderal cebol yang kemudian jadi kaisar pertama Perancis yang berhasil menguasai hampir seluruh Eropa daratan (kecuali Rusia). Napoleon juga menjadi salah satu ironi terbesar Revolusi Perancis. Semula revolusi yang diawali dengan penyerbuan penjara Bastille itu semula bertujuan meruntuhkan kekuasaan absolut maharaja Louis XVI dan permaisurinya yang superboros : Marie Antoinette. Namun belakangan revolusi justru dipungkasi dengan pelantikan Napoleon Bonaparte sebagai kaisar dengan kekuasaan mutlak (absolut). Napoleon amat dikenal dengan ambisinya menguasai seluruh daratan Eropa, ambisi yang membawa Perancis pada peperangan terus menerus khususnya melawan Inggris dan kekaisaran Rusia. Setelah mampu menyapu daratan Eropa dalam sekejap, serbuannya ke Rusia berantakan akibat oleh cuaca buruk dan berjangkitnya wabah penyakit, peristiwa yang dipicu oleh letusan katastrofik Gunung Tambora 1815 di Indonesia. Sempat digulingkan dari tampuk kekaisaran dan diasingkan ke pulau Elba, belakangan Napoleon berhasil meloloskan diri dan meraih kekuasaannya kembali, sebelum kemudian pertempuran besar di Waterloo menghentikan langkahnya dan menjadikannya tawanan perang hingga akhir hayatnya. Champ Elysees di waktu malam dengan monumen Arc de Triomphe menjulang di latar belakang. Salah satu monumen peninggalan Napoleon adalah Champ Elysees, jalan raya sepanjang +/- 2 km yang menjadi poros utama kota Paris. Di sinilah bangunan-bangunan bersejarah kota Paris berdiri, seperti Place de la Concorde, monumen Obelisk Luxor, patung Napoleon dan monumen Arc de Triomphe yang menjadi simbol kemenangan Napoleon. Sehingga Champ Elysees dikenal juga sebagai poros historis Paris. Amat mengesankan, jalan lurus yang menjadi poros utama kota Paris ini ternyata tidak membentang dalam arah mataangin utama (utara-selatan atau barat-timur) yang umumnya menjadi patokan arah poros tradisional, meskipun kota Paris dinyatakan sebagai kota tempat melintasnya Garis Bujur Utama atau Meridian Utama atau Garis Mawar (sebelum keputusan konferensi meridian 1884 yang menetapkan garis itu melintasi Greenwich di dekat London, Inggris). Champ Elysees ternyata membentang ke arah tenggara. Jika dicek dengan Google Earth, poros utama Paris ini membentang menuju azimuth 115 (catatan : dalam sistem azimuth, maka utara = 0, timur = 90, selatan = 180 dan barat = 270). Tak ada penjelasan mengapa Champ Elysees mengarah ke azimuth ini. 1331300389866709260 1331300389866709260 Kelurusan Champ Elysees diperbandingkan dengan arah kiblat kota Paris. Koordinat yang diperlihatkan adalah titik dekat monumen Arc de Triomphe. Barulah setelah dicek dengan Qibla Locator (http://www.rukyatulhilal.org/qiblalocator), misteri arah Champ Elysees sedikit terkuak. Champ Elysees ternyata hampir sejajar dengan arah kiblat untuk kota Paris dan hanya berselisih 5 derajat. Arah kiblat Paris berada pada azimuth 119 dengan jarak pisah ke Ka'bah sejauh 4.500 km. Kesesuaian ini cukup mengagumkan, mengingat cukup banyak masjid kuno di seantero Eropa yang arahnya tidak berimpit dengan arah kiblat. Problem ini pun juga muncul di Indonesia, dimana antara 3 hingga 4 dari 5 masjid di Indonesia tidak sesuai dengan arah kiblat setempat. Mengapa Champ Elysees mengarah ke kiblat? Konon, ini merupakan bagian dari Napoleon Bonaparte terhadap peradaban Islam. Sejak Napoleon masih jadi perwira Perancis di Mesir, ia amat terkesan dengan Islam dan seluk-beluknya meski secara tradisional Perancis adalah musuh bebuyutan seluruh imperium Islam sejak era Perang Salib. Pengangkatannya menjadi kaisar Perancis memungkinkannya mengimplementasikan kekagumannya dalam berbagai aspek, mulai dari penyusunan Code Napoleon hingga tata kota Paris, termasuk pembangunan Champ Elysees. Bagaimana sebenarnya konsep arah kiblat? Dan bagaimana pula tata cara pengukurannya yang baku? Silahkan disimak lebih lanjut dalam buku setebal 303 + xv halaman yang berjudul "Sang Nabi Pun Berputar : Arah Kiblat dan Tata Cara Pengukurannya" terbitan Tinta Medina (Tiga Serangkai Group) Surakarta.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/marufinsudibyo/napoleon-dan-arah-kiblat_550e5784a33311ab2dba8153
Jalan kemenangan ini sengaja dibangun untuk merayakan kemenangan pahlawan besar Prancis,Napoleon Bonaparte Sang Penakluk Eropa. Axe Historique ini adalah garis imaginer yang membelah kota Prancis. Banyak bangunan penting terdapat di garis ini. Mulai dari museum Louvre, gerbang Arc du Triomphe du Carrousel, monumen Obelisk, Champ Elysees, Arc du Triomphe de l'Etoile, hingga L Defens. Jalan ini memang lurus, sekilas orang tidak tahu kemanakah jalan ini menghadap, apakah ke timur atau ke barat. Tatapi faktanya bangunan Arc du Triomphe dibangun setinggi 20 meter, diatasnya terdapat patung kereta kuda Yunani Kuno yang ditarik empat ekor kuda dan diapit dua perempuan bersayap bersepuh emas, semuanya menghadap ke arah timur, arah kiblat di eropa. Dan jika Axe Historique ini ditarik garis lurus ke arah timur, jalan ini memang menuju Mekkah, kiblat umat Islam. - See more at: http://ancerjalinan.blogspot.co.id/2015/05/napoleon-bonaparte-dan-arah-kiblat-di.html#sthash.t1ws3bIU.dpu
Jalan kemenangan ini sengaja dibangun untuk merayakan kemenangan pahlawan besar Prancis,Napoleon Bonaparte Sang Penakluk Eropa. Axe Historique ini adalah garis imaginer yang membelah kota Prancis. Banyak bangunan penting terdapat di garis ini. Mulai dari museum Louvre, gerbang Arc du Triomphe du Carrousel, monumen Obelisk, Champ Elysees, Arc du Triomphe de l'Etoile, hingga L Defens. Jalan ini memang lurus, sekilas orang tidak tahu kemanakah jalan ini menghadap, apakah ke timur atau ke barat. Tatapi faktanya bangunan Arc du Triomphe dibangun setinggi 20 meter, diatasnya terdapat patung kereta kuda Yunani Kuno yang ditarik empat ekor kuda dan diapit dua perempuan bersayap bersepuh emas, semuanya menghadap ke arah timur, arah kiblat di eropa. Dan jika Axe Historique ini ditarik garis lurus ke arah timur, jalan ini memang menuju Mekkah, kiblat umat Islam. - See more at: http://ancerjalinan.blogspot.co.id/2015/05/napoleon-bonaparte-dan-arah-kiblat-di.html#sthash.t1ws3bIU.dpuf

Napoleon Bonaparte Dan Arah Kiblat Di Paris (99 Cahaya Di Langit Eropa)

Napoleon Bonaparte

siapa yang tak kenal? La petit generale alias jenderal cebol yang kemudian jadi kaisar pertama Perancis yang berhasil menguasai hampir seluruh Eropa daratan (kecuali Rusia). Napoleon juga menjadi salah satu ironi terbesar Revolusi Perancis. Semula revolusi yang diawali dengan penyerbuan penjara Bastille itu semula bertujuan meruntuhkan kekuasaan absolut maharaja Louis XVI dan permaisurinya yang superboros : Marie Antoinette. Namun belakangan revolusi justru dipungkasi dengan pelantikan Napoleon Bonaparte sebagai kaisar dengan kekuasaan mutlak (absolut).

Napoleon amat dikenal dengan ambisinya menguasai seluruh daratan Eropa, ambisi yang membawa Perancis pada peperangan terus menerus khususnya melawan Inggris dan kekaisaran Rusia. Setelah mampu menyapu daratan Eropa dalam sekejap, serbuannya ke Rusia berantakan akibat oleh cuaca buruk dan berjangkitnya wabah penyakit, peristiwa yang dipicu oleh letusan katastrofik Gunung Tambora 1815 di Indonesia. Sempat digulingkan dari tampuk kekaisaran dan diasingkan ke pulau Elba, belakangan Napoleon berhasil meloloskan diri dan meraih kekuasaannya kembali, sebelum kemudian pertempuran besar di Waterloo menghentikan langkahnya dan menjadikannya tawanan perang hingga akhir hayatnya.

Axe Historique, Jalan Kemenangan Menghadap Kiblat

Jalan kemenangan ini sengaja dibangun untuk merayakan kemenangan pahlawan besar Prancis,Napoleon Bonaparte Sang Penakluk Eropa. Axe Historique ini adalah garis imaginer yang membelah kota Prancis. Banyak bangunan penting terdapat di garis ini. Mulai dari museum Louvre, gerbang Arc du Triomphe du Carrousel, monumen Obelisk, Champ Elysees, Arc du Triomphe de l'Etoile, hingga L Defens. Jalan ini memang lurus, sekilas orang tidak tahu kemanakah jalan ini menghadap, apakah ke timur atau ke barat. Tatapi faktanya bangunan Arc du Triomphe dibangun setinggi 20 meter, diatasnya terdapat patung kereta kuda Yunani Kuno yang ditarik empat ekor kuda dan diapit dua perempuan bersayap bersepuh emas, semuanya menghadap ke arah timur, arah kiblat di eropa. Dan jika Axe Historique ini ditarik garis lurus ke arah timur, jalan ini memang menuju Mekkah, kiblat umat Islam.





Champ Elysees di waktu malam dengan monumen Arc de Triomphe menjulang di latar belakang.
Salah satu monumen peninggalan Napoleon adalah Champ Elysees, jalan raya sepanjang +/- 2 km yang menjadi poros utama kota Paris. Di sinilah bangunan-bangunan bersejarah kota Paris berdiri, seperti Place de la Concorde, monumen Obelisk Luxor, patung Napoleon dan monumen Arc de Triomphe yang menjadi simbol kemenangan Napoleon. Sehingga Champ Elysees dikenal juga sebagai poros historis Paris.


Amat mengesankan, jalan lurus yang menjadi poros utama kota Paris ini ternyata tidak membentang dalam arah mataangin utama (utara-selatan atau barat-timur) yang umumnya menjadi patokan arah poros tradisional, meskipun kota Paris dinyatakan sebagai kota tempat melintasnya Garis Bujur Utama atau Meridian Utama atau Garis Mawar (sebelum keputusan konferensi meridian 1884 yang menetapkan garis itu melintasi Greenwich di dekat London, Inggris). Champ Elysees ternyata membentang ke arah tenggara. Jika dicek dengan Google Earth, poros utama Paris ini membentang menuju azimuth 115 (catatan : dalam sistem azimuth, maka utara = 0, timur = 90, selatan = 180 dan barat = 270). Tak ada penjelasan mengapa Champ Elysees mengarah ke azimuth ini.

Kelurusan Champ Elysees diperbandingkan dengan arah kiblat kota Paris. Koordinat yang diperlihatkan adalah titik dekat monumen Arc de Triomphe. Barulah setelah dicek dengan Qibla Locator, misteri arah Champ Elysees sedikit terkuak. Champ Elysees ternyata hampir sejajar dengan arah kiblat untuk kota Paris dan hanya berselisih 5 derajat. Arah kiblat Paris berada pada azimuth 119 dengan jarak pisah ke Ka’bah sejauh 4.500 km. Kesesuaian ini cukup mengagumkan, mengingat cukup banyak masjid kuno di seantero Eropa yang arahnya tidak berimpit dengan arah kiblat. Problem ini pun juga muncul di Indonesia, dimana antara 3 hingga 4 dari 5 masjid di Indonesia tidak sesuai dengan arah kiblat setempat.

Mengapa Champ Elysees mengarah ke kiblat? Konon, ini merupakan bagian dari Napoleon Bonaparte terhadap peradaban Islam. Sejak Napoleon masih jadi perwira Perancis di Mesir, ia amat terkesan dengan Islam dan seluk-beluknya meski secara tradisional Perancis adalah musuh bebuyutan seluruh imperium Islam sejak era Perang Salib. Pengangkatannya menjadi kaisar Perancis memungkinkannya mengimplementasikan kekagumannya dalam berbagai aspek, mulai dari penyusunan Code Napoleon hingga tata kota Paris, termasuk pembangunan Champ Elysees.
- See more at: http://ancerjalinan.blogspot.co.id/2015/05/napoleon-bonaparte-dan-arah-kiblat-di.html#sthash.t1ws3bIU.dpuf

Napoleon Bonaparte Dan Arah Kiblat Di Paris (99 Cahaya Di Langit Eropa)

Napoleon Bonaparte

siapa yang tak kenal? La petit generale alias jenderal cebol yang kemudian jadi kaisar pertama Perancis yang berhasil menguasai hampir seluruh Eropa daratan (kecuali Rusia). Napoleon juga menjadi salah satu ironi terbesar Revolusi Perancis. Semula revolusi yang diawali dengan penyerbuan penjara Bastille itu semula bertujuan meruntuhkan kekuasaan absolut maharaja Louis XVI dan permaisurinya yang superboros : Marie Antoinette. Namun belakangan revolusi justru dipungkasi dengan pelantikan Napoleon Bonaparte sebagai kaisar dengan kekuasaan mutlak (absolut).

Napoleon amat dikenal dengan ambisinya menguasai seluruh daratan Eropa, ambisi yang membawa Perancis pada peperangan terus menerus khususnya melawan Inggris dan kekaisaran Rusia. Setelah mampu menyapu daratan Eropa dalam sekejap, serbuannya ke Rusia berantakan akibat oleh cuaca buruk dan berjangkitnya wabah penyakit, peristiwa yang dipicu oleh letusan katastrofik Gunung Tambora 1815 di Indonesia. Sempat digulingkan dari tampuk kekaisaran dan diasingkan ke pulau Elba, belakangan Napoleon berhasil meloloskan diri dan meraih kekuasaannya kembali, sebelum kemudian pertempuran besar di Waterloo menghentikan langkahnya dan menjadikannya tawanan perang hingga akhir hayatnya.

Axe Historique, Jalan Kemenangan Menghadap Kiblat

Jalan kemenangan ini sengaja dibangun untuk merayakan kemenangan pahlawan besar Prancis,Napoleon Bonaparte Sang Penakluk Eropa. Axe Historique ini adalah garis imaginer yang membelah kota Prancis. Banyak bangunan penting terdapat di garis ini. Mulai dari museum Louvre, gerbang Arc du Triomphe du Carrousel, monumen Obelisk, Champ Elysees, Arc du Triomphe de l'Etoile, hingga L Defens. Jalan ini memang lurus, sekilas orang tidak tahu kemanakah jalan ini menghadap, apakah ke timur atau ke barat. Tatapi faktanya bangunan Arc du Triomphe dibangun setinggi 20 meter, diatasnya terdapat patung kereta kuda Yunani Kuno yang ditarik empat ekor kuda dan diapit dua perempuan bersayap bersepuh emas, semuanya menghadap ke arah timur, arah kiblat di eropa. Dan jika Axe Historique ini ditarik garis lurus ke arah timur, jalan ini memang menuju Mekkah, kiblat umat Islam.





Champ Elysees di waktu malam dengan monumen Arc de Triomphe menjulang di latar belakang.
Salah satu monumen peninggalan Napoleon adalah Champ Elysees, jalan raya sepanjang +/- 2 km yang menjadi poros utama kota Paris. Di sinilah bangunan-bangunan bersejarah kota Paris berdiri, seperti Place de la Concorde, monumen Obelisk Luxor, patung Napoleon dan monumen Arc de Triomphe yang menjadi simbol kemenangan Napoleon. Sehingga Champ Elysees dikenal juga sebagai poros historis Paris.


Amat mengesankan, jalan lurus yang menjadi poros utama kota Paris ini ternyata tidak membentang dalam arah mataangin utama (utara-selatan atau barat-timur) yang umumnya menjadi patokan arah poros tradisional, meskipun kota Paris dinyatakan sebagai kota tempat melintasnya Garis Bujur Utama atau Meridian Utama atau Garis Mawar (sebelum keputusan konferensi meridian 1884 yang menetapkan garis itu melintasi Greenwich di dekat London, Inggris). Champ Elysees ternyata membentang ke arah tenggara. Jika dicek dengan Google Earth, poros utama Paris ini membentang menuju azimuth 115 (catatan : dalam sistem azimuth, maka utara = 0, timur = 90, selatan = 180 dan barat = 270). Tak ada penjelasan mengapa Champ Elysees mengarah ke azimuth ini.

Kelurusan Champ Elysees diperbandingkan dengan arah kiblat kota Paris. Koordinat yang diperlihatkan adalah titik dekat monumen Arc de Triomphe. Barulah setelah dicek dengan Qibla Locator, misteri arah Champ Elysees sedikit terkuak. Champ Elysees ternyata hampir sejajar dengan arah kiblat untuk kota Paris dan hanya berselisih 5 derajat. Arah kiblat Paris berada pada azimuth 119 dengan jarak pisah ke Ka’bah sejauh 4.500 km. Kesesuaian ini cukup mengagumkan, mengingat cukup banyak masjid kuno di seantero Eropa yang arahnya tidak berimpit dengan arah kiblat. Problem ini pun juga muncul di Indonesia, dimana antara 3 hingga 4 dari 5 masjid di Indonesia tidak sesuai dengan arah kiblat setempat.

Mengapa Champ Elysees mengarah ke kiblat? Konon, ini merupakan bagian dari Napoleon Bonaparte terhadap peradaban Islam. Sejak Napoleon masih jadi perwira Perancis di Mesir, ia amat terkesan dengan Islam dan seluk-beluknya meski secara tradisional Perancis adalah musuh bebuyutan seluruh imperium Islam sejak era Perang Salib. Pengangkatannya menjadi kaisar Perancis memungkinkannya mengimplementasikan kekagumannya dalam berbagai aspek, mulai dari penyusunan Code Napoleon hingga tata kota Paris, termasuk pembangunan Champ Elysees.
- See more at: http://ancerjalinan.blogspot.co.id/2015/05/napoleon-bonaparte-dan-arah-kiblat-di.html#sthash.t1ws3bIU.dpuf

Senin, 09 Mei 2016

LAMBANG KABUPATEN GROBOGAN

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Grobogan tentang Lambang Daerah Pemerintah Kabupaten Grobogan tanggal 23 September 1968 disyahkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 8 Pebruari 1971 Nomor Pemda 101412-30, bahwa Lambang Daerah Pemerintah Kabupaten Grobogan sebagai berikut :
logo_grobogan2
Lambang Daerah tersebut diatas memiliki makna sebagai berikut :
  1. Perisai dengan batas tali bersimpul delapan dengan tulisan "Kabupaten Grobogan" bermakna bahwa Wilayah Kabupaten Grobogan dikelilingi oleh 8 Kabupaten tetangga.
  2. Bintang warna kuning emas,dan bergaris pinggir putih. Artinya Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini mencerminkan bahwa seluruh rakyat dan penduduk Kabupaten Grobogan pada umumnya meyakini dan berbakti terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan landasan mental dan iktikad yang suci murni. Sudut 5 (lima) pada bintang artinya : Pancasila. Masyarakat Kabupaten Grobogan khususnya dan Indonesia pada umumnya bertekad bulat dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Pancasila adalah merupakan sumber hukum untuk mengurus dan mengatur daerah serta merupakan dasar falsafah dari segala tindak tanduk dan gaya Pembina Daerah.
  3. Warna dasar kuning, melambangkan kemurnian dan keluhuran budaya.
  4. Alas berwarna biru tua di bagian bawah. Melambangkan kesetiaan, artinya rakyat Grobogan selalu setia kepada bumi sebagai tempat berpijak, yaitu kesetiaan terhadap Daerah dan Negara Republik Indonesia.
  5. Tiga gelombang aliran warna biru muda. Melambangkan 3 sungai utama, yaitu Sungai Tuntang, Serang dan Lusiyang berguna bagi rakyat Kabupaten Grobogan.
  6. Kobaran api. Melambangkan sumber api alam di Kabupaten Grobogan (Mrapen), sebagai simbol kehidupan dengan semangat yang menyala-nyala dan tidak pernah padam.
  7. Warna hijau yang membentuk simbol pohon dan daun jati berwarna kuning. Melambangkan hutan yang membentang di Kabupaten Grobogan sebagian besar merupakan hutan jati yang diharapkan mampu memberikan kemakmuran.
  8. Gambar dua gunung berwarna biru. Melambangkan kondisi geografis Kabupaten Grobogan yang dibatasi oleh 2 (dua) pegunungan yaitu Pegunungan Kendeng dan Pegunungan Kapur Utara.
  9. Gambar penampang melintang belahan bambu yang dijajarkan (Klakah). "Klakah" adalah tempat pembuatan garam darat yang khas di Kabupaten Grobogan sebagai lambang kerajinan rakyat di bidang industri kecil.
  10. Gambar bambu runcing. Melambangkan semangat seluruh rakyat dalam memperjuangkan, mempertahankan, membela dan mengisi kemerdekaan.
  11. Gambar bulir padi dan jagung. Melambangkan hasil utama pertanian di Kabupaten Grobogan.
  12. Gambar Simbol Cahaya Listrik / Halilintar (Petir). Melambangkan kekuatan alam yang harus dapat dikuasai oleh rakyat Kabupaten Grobogan. Menggambarkan karakter masyarakat Kabupaten Grobogan dalam kemampuannya mengendalikan hawa nafsu. Halilintar (petir) ini diambil dari filosofi Legenda Ki Ageng Selo.
  13. Serangkaian 17 gerigi daun jati, 8 nyala kobaran api, 4 kelakah bambu, 5 ruas bambu runcing dan disinari cahaya halilintar.Melambangkan bahwa inti perjuangan masyarakat dan Bangsa Indonesia yang ada di Kabupaten Grobogan dilandaskan pada semangat proklamasi 17 Agustus 1945.                                                                                                                                                                                 SUMBER : http://grobogan.go.id/

SEJARAH KABUPATEN GROBOGAN

Berdasarkan perjalanan sejarahnya, Kabupaten Grobogan atau Daerah Grobogan sudah dikenal sejak masa kerajaan Mataram Hindu. Daerah ini menjadi pusat Kerajaan Mataram dengan ibu kotanya di Medhang Kamulan atau Sumedang Purwocarito atau Purwodadi. Pusat kerajaan itu kemudian berpindah ke sekitar kota Prambanan dengan sebutan Medang i Bhumi Mataram atau Medang Mat i Watu atau Medang i Poh Pitu atau Medang ri Mamratipura.
Pada masa kerajaan Medang dan Kahuripan, daerah Grobogan merupakan daerah yang penting bagi negara tersebut. Sedang pada masa Mojopahit, Demak, dan Pajang, daerah Grobogan selalu dikaitkan dengan cerita rakyat Ki Ageng Sela, Ki Ageng Tarub, Bondan Kejawan dan cerita Aji Saka.
Pada masa kerajaan Mataram Islam, daerah Grobogan termasuk Daerah Monconegoro dan pernah menjadi wilayah koordinatif Bupati Nayoko Ponorogo : Adipati Surodiningrat. Dalam masa Perang Prangwadanan dan Perang Mangkubumen, daerah Grobogan merupakan daerah basis kekuatan Pangeran Prangwedana (RM Said) dan Pangeran mangkubumi.
Wilayah Grobogan meliputi daerah Sukowati sebelah Utara Bengawan Solo, Warung, Sela, Kuwu, Teras Karas, Cengkal Sewu, bahkan sampai ke Kedu bagian utara (Schrieke, II, 1957 : 76 : 91 ). Daerah Sukowati ini kemudian sebagian masuk wilayah kabupaten Dati II Sragen antara lain : Bumi Kejawen, Sukowati, Sukodono, Glagah, Tlawah, Pinggir, Jekawal, dan lain-lain. Daerah yang masuk wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Boyolali antara lain lain : Repaking, Ngleses, Gubug, Kedungjati selatan, Kemusu, dan lain-lain.
Sedang daerah Grobogan yang kemudian termasuk wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Grobogan antara lain : Purwodadi, Grobogan, Kuwu, sela, Teras Karas, Medang Kamulan, Warung (Wirosari), Wirasaba (Saba), Tarub, Getas, dan lain-lain.
Dalam pekembangan sejarah selanjutnya, atas ketentuan Perjanjian Giyanti (1755), sebagai wilayah Mancanegara, Grobogan termasuk wilayah Kasultanan bersama-sama dengan Madiun, separuh Pacitan, Magetan, Caruban, Jipang (Bojanegara), Teras Karas (Ngawen), Sela, Warung (Kuwu-Wirosari) (Sukanto, 1958 : 5-6).
Dalam perjanjian antara GG Daendels dengan PAA Amangkunegara di Yogyakarta, tertanggal Yogyakarta, 10 Januari 1811, ditetapkan, bahwa uang-uang pantai yang harus dibayar oleh Guperman Belanda di hapus. Kedua, kepada Guperman Belanda di serahkan sebagian dari Kedu (daerah Grobogan), beberapa daerah di Semarang, Demak, Jepara, Salatiga, distrik-distrik Grobogan, Wirosari, Sesela, Warung, daerah-daerah Jipang,dan Japan. Ketiga, kepada Yogyakarta diberikan daerah-daerah sekitar Boyolali, daerah Galo (?), dan distrik Cauer Wetan (?) (Ibid. : 77).
Pada masa Perang Diponegoro, daerah Grobogan, Purwodadi, Wirosari, Mangor (?), Demak, Kudus, tenggelam dalam api peperangan melawan Belanda (Sagimun MD, 1960: 32, 331- 332).
Begitulah Kabupaten Grobogan, daerah yang selalu bergolak di sepanjang sejarahnya untuk menunjukkan identitasnya sebagai daerah yang penuh daya dan semangat untuk hidup bebas merdeka. Bahkan sampai masa pergerakan Nasional dan masa kemerdekaan dan sesudahnya, rakyat Kabupaten Grobogan sangat besar andilnya dalam merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Kabupaten Grobogan di Awal Sejarah
Berdasarkan isi dan pola penyajian, yang bersumber pada Serat Sindula atau serat Babad Pajajaran Kuda Laleyan dan Serat Witoradyo, cerita Aji Saka merupakan cerita legendaris, dimana di sana dimunculkan kepahlawanan seorang tokoh dalam lingkup Budaya Jawa (Schrike, Jl: 77; Raffles, 1978: 212).
Di lain pihak cerita Aji Saka di daerah Kabupaten Grobogan juga merupakan cerita Mitologis, yaitu cerita yang bersangkut paut dengan kepercayaan asli masyarakat. Oleh karena itulah maka cerita dalam penyajiannya, cerita Aji Saka diciptakan dalam bentuk cerita "lambang" bagi penetrasi budaya Hindu di Jawa.  
Di sini cerita Aji Saka dapat dikelompokkan sebagai cerita yang mengandung unsur-unsur mesianis, yaitu karya penyelamatan umat manusia dari kehancuran. Aji saka sebagai Masias menghancurkan penguasa kejam : Dewata Cengkar. Beberapa data dari sumber tradisional juga terdapat dalam :
a.   J. Kats, I, 1950: Punika Pepethikan saking Serat-serat Jawi Ingkang Tanpa Sekar. (Hal. 3-5).
Nyai Randa wicanten dhateng Aji Saka, "Negara kene wis misuwur yen ana Brahmana sekti mandraguna, bagus isih enom, limpad ing ngelmu panitisan, pingangkane saka Sabrang anga jawa". Aji Saka gumujeng amangsuli, "Dora ingkang awartos puniko, angindhakaken ing kayektosanipun. Wondene ingkang kawartos puniko inggih kula".
b.    Primbon Jayabaya, Tan Khoen Swie, Kediri, 1931: (hal. 10;27)
Jangaran jaman Kala Dwapara ... Prabu Sindula, Galuh turun kapindho, jejuluk Sri Dewata Cengkar, angedhaton ing Mendhang Kamulan. Iku Ratu luwih niyaya, mangsa padha manungsa. Tan antara lama kasirnakake prajurit saka tanah Ngarab jejuluk Empu Aji Saka ... Karsaning Pangeran Sang Aji Saka jumeneng Nata ing Sumedhang Purwacarita, jejuluk Sri Maha Prabu Lobang Widayaka.
c.   Serat Jangka Jagad, Kwa Giok Jing, Kudus, 1957 : hal. 51.
Lha ing kono tanah Jawa banjur ana kang jumeneng nata kang karen mangan daging manungso, yaitu Ratu Dewata Cengkar, nata ing Medhang Kamulan. Ora lawas banjur ketekan sawijining Brahmana saka ing tanah Ngarab, juluk Aji Saka. Brahmana sekti mandraguna kang bisa ngasorake Prabu Dewata Cengkar … 
d.   RNG. Ronggowarsito, Serat Witoradyo, III. Surakarta: Albert Rusche & Co, 1922: hal. 11-23.
Diceritakan, bahwa di tanah Lampung berdiri sebuah kerajaan dengan rajanya Prabu Isaka berasal dari tanah Hindu. Sang Prabu Isaka turun takhta dan digantikan oleh Patihnya bernama Patih Balawan. Kemudian dengan empat orang pengiringnya, Sang Isaka yang telah menjadi seorang Brahmana pergi ke tanah Jawa dan tiba di Ujung Kulon (Kulon ?). Di situ mendirikan perguruan dan dia sebagai gurunya dengan gelar Sang Mudhik Bathara Tupangku. Muridnya bertambah banyak. Di dalam perguruan itu diajarkan ilmu kesusastraan, ilmu penitisan (inkarnasi), dan ilmu keagamaan. Beberapa lama di Ujung Kulon, dia pergi ke Galuh dan kemudian terus mengembara ke tanah timur. Sampailah di negara Medhang Kamulan yang rajanya bernama Prabu Dewata Cengkar.
Dari kutipan di atas, kita ketahui bahwa Aji Saka adalah seorang raja yang kemudian meninggalkan takhta kerajaannya dan menjadi seorang Brahmana. Berarti dia adalah penganut agama Hindu. Sebab sebutan untuk Brahmana. Berarti dia adalah penganut agama Hindu. Sebab sebutan untuk Brahmana agama Budha adalah bhiksu. Tetapi dari data historis tokoh Aji Saka tidak pernah ada (hidup). Dengan demikian tokoh ini merupakan tokoh bayangan. Dia diadakan untuk menunjukkan adanya pengaruh Hinduisme dalam masyarakat Jawa. Kebetulan pada waktu itu keadaan masyarakat Mendhang Kamulan sedang resah. Kesempatan ini digunakan oleh Aji Saka (baca umat Hindu) untuk menyebarkan agama Hindu di masyarakat Mendhang Kamulan. Hal ini dikiaskan dalam lambang "desthar" (ikat kepala). Tradisi Jawa menggunakan ikat kepala. Sedang kepala adalah tempat otak, pikir, nalar. Di otak itulah tersimpan segala macam ilmu pengetahuan manusia. Ikat kepala tadi ketika ditebarkan (di jereng) dapat menutupi seluruh Wilayah Mendhang Kamulan. Di sinilah pengikut Prabu Dewata Cengkar harus mengakui kekalahan berebut pengaruh, dan harus menyingkir dari negeri Medhang (dikiaskan dengan menyeburkan diri ke laut menjadi seekor buaya putih).
Ketika Aji Saka menjadi raja, ditandai dengan sengkalan "nir wuk tanpa jalu" yang menunjukkan angka tahun 1000 Saka atau 1078 Masehi. Tahun Saka diciptakan berdasarkan peringatan penobatan Prabu Kanishka di India pada tahun 79 M = 1 Saka. Tahun Saka mengikuti peredaran Matahari. Di Jawa terdapat tradisi penggunaan sengkalan tersebut. Apabila menggunakan perhitungan tahun Matahari, disebut Surya Sengkala, dan bila menggunakan perhitungan peredaran Bulan di sebut Candra Sangkala. Lahirnya Candra Sangkala adalah sejak masa Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645) menciptakan Tahun Jawa dengan perhitungan peredaran Bulan (sejak 1555 Saka atau tahun 1633 Masehi).
Sengkalan adalah perhitungan tahun yang diujudkan dalam bentuk rangkaian kata menjadi kalimat atau berupa gambar yang menunjukkan angka tahun. Kalimat itu harus menggambarkan keadaan pada waktu tahun itu. Tujuan untuk memperingati suatu peristiwa penting dalam kehidupan manusia dalam masyarakat dan bernegara.
Sengkalan dalam bentuk kalimat disebut Sengkalan Lamba, sedang sengkalan yang diujudkan dalam bentuk gambar atau benda, disebut Sengkalan Memet. Tiap kata dalam kalimat atau gambar diberi nilai yang berbeda-beda antara 0 (nol) sampai angka 9 (sembilan) dengan mengingat akan adanya guru dasanama, guru karya, guru jarwa, dan sebagainya.
Beberapa contoh Sengkalan Lamba antara lain :
  1.  Srutti Indriya Rasa : termuat dalam prasasti Canggal atau prasasti Gunung Wukir dari Rakai Sang Ratu Sanjaya. Berangka tahun 654 Saka atau 732 Masehi, merupakan Sengkalan tertua yang pernah kita temukan.
  2.  Nayana Wayu Rasa : termuat dalam prasasti Dinaya dari raja Gajayana di "Candi Badut" dekat Malang. Sengkalan itu berangka 682 Saka atau 760 Masehi.
  3.  Nir Wuk Tanpa Jalu : termuat dalam Serat Kanda, berangka tahun 1000 Saka atau 1078 Masehi. Merupakan tahun penobatan Aji Saka jadi raja di Medhang Kamulan dengan gelarnya Prabu Jaka atau Empu Lobang Widayaka.
  4.  Sirna Hilang Kertaning Bumi : termuat di dalam Serat Kanda, berangka Tahun 1400 Saka ? Tahun 1478 Masehi. Sebagai pertanda keruntuhan Keprabuan Mojopahit.
Beberapa contoh Sengkalan Memet :
  1.  Di atas Panggung Sanggabhuwana yang terletak di halaman dalam istana Kasunanan Surakarta, terdapat bentuk ular naga bersayap yang dinaiki oleh manusia. Bila dibaca berbunyi : Naga Muluk Tinitihan Janma, berangka tahun 1708 Jawa atau 1781 Masehi.
  2.  Panggung tersebut dapat pula dibaca : Panggung Luhur Sangga Bhuwana. Artinya: panggung = pa agung bernilai 8; luhur bernilai 0 (nol); Sangga adalah perkumpulan para pendeta Budha bernilai 7 (tujuh); dan bhuwana bernilai 1 (satu), jadi 1708 Jawa atau 1781 Masehi. Atau dapat pula di baca : pa-agung (8); song (9); ga angka Jawa bernilai 1 (satu); bhuwana bernilai 1 (satu). Jadi 1198 Hijrah atau 1781 Masehi. Sengkalan ini sebagai peringatan pembuatan panggung tersebut.
  3.  Di dalam wayang kulit purwa terdapat wayang Bathara Guru naik di atas hewan Lembu Nandini. Di baca : Sarira Dwija Dadi Ratu. Bernilai 1478 Saka atau 1556 Masehi, ialah peringatan ketika Sultan Demak membuat wayang kulit purwo sebagai sarana dakwah Islam.
  4.  Ketika Sultan Agung membuat wayang kulit purwo, maka dibuatlah wayang kulit Buta Rambut Geni yang merupakan sengkalan pula. Bila dibaca : Jalu Buta Tinata Ing Ratu. Bernilai tahun 1553 Saka atau 1631 Masehi.
Di atas telah disinggung sengkalan Nir Wuk Tanpa Jalu. Sengkalan ini dihubungkan dengan waktu penobatan Aji Saka menjadi raja di Medhang Kamulan setelah dapat mengalahkan Prabu Dewata Cengkar. Bukti sejarah berupa prasasti misalnya, tidak kita temukan. Dari kenyataan sejarah, Tahun 1078 Masehi, pusat kerajaan berada di Jawa Timur sekarang, atau di daerah Manca Nagari zaman kerajaan (daerah Grobogan?), yaitu kerajaan Mendhang dan Kahuripan zaman Mpu Sendok dan Airlangga. Atau dapat juga pada masa Kerajaan Jenggala, Panjalu, Ngurawan dan Singasari, empat sekawan yang berdiri bersama sebagai hasil pembagian wilayah pada masa akhir pemerintahan Raja Airlangga. 
Secara geografis, sekarang wilayah Kabupaten Grobogan memang terletak di daerah Propinsi Dati I Jawa Tengah. Namun pada waktu itu negara medhang tidak terletak di Bumi Mataram (Kedu), tetapi di luarnya, yang pendapat umum ditafsirkan di daerah Jawa Timur. 
Pada Tahun 1078 M terdapat keturunan raja Airlangga yang berkuasa, yaitu Sri Maharaja Sri Garasakan serta Sri Maharaha Mapanji Alanyung Ahyes. Sudah barang tentu tokoh Aji Saka tidak dapat disamakan dengan masa Airlangga dan sesudahnya berdasarkan data-data sejarah yang ada, tidak terjadi perebutan pengaruh agama, tetapi memang ada gejala perebutan kekuasaan politik. Hal ini dikiaskan dalam cerita Panji Panuluh. Justru perebutan pengaruh di bidang keagamaan terjadi di masa Mataram, yaitu masa Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra berbarengan berkuasa di Mataram. Dinasti Sanjaya menganut Agama Hindu, sedang dinasti Syailendra menganut agama Budha Mahayana. Masa perebutan pengaruh itu tampak jelas pada masa Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya) dan Samarottungga Balaputera (Dinasti Syailendra). Taktik yang digunakan oleh Pikatan untuk memperoleh pengaruh yang lebih besar adalah dengan cara : dia kawin dengan salah seorang puteri Syailendra, kakak Balaputera, yaitu Ratu Prarnodhawardani atau Sri Kahulunan. Peperangan antara Rakai Pikatan melawan Balaputera memang terjadi berdasarkan prasasti Ratu Baka (856 M = 778 Saka : Wulong Gunung Sang Wiku). Perang diakhiri dengan kemenangan di pihak Rakai Pikatan (Hindu). Sedang agama Budha (Balaputera) dalam peristiwa tersebut kalah dan menyingkir ke Swarnadwipa (Sumatra) dan menjadi raja Sriwijaya tempat penyebaran agama Budha di Asia Tenggara. 
Atas dasar kenyataan sejarah tersebut, maka cerita Aji Saka harus ditafsirkan sebagai ceritera lambang yang sangat kuat mengandung unsur mitologis. 
Kita ketahui, bahwa Sengkalan Nir Wuk Tanpa Jalu, arti harafiahnya adalah Hilang Rusak Tanpa Susuh (ayam jantan) atau Hilang Rusak Tanpa Kekuatan Laki-Laki. Maksudnya negara atau masyarakat kacau tanpa kekuatan laki-laki. Maksudnya negara atau masyarakat kacau tanpa kekuatan, karena tenaga laki-laki "dimakan" oleh Dewata Cengkar, sebagai kias bagi mereka yang diperkerjakan untuk membangun bangunan suci berupa candi-candi yang tidak sedikit jumlahnya. Misalnya: candi Borobudur, Pawon, mendhut, Sari, Kalasan, Sewu, Ratu Baka, dan lain-lain. Inilah gambaran masa akhir bagi kerajaan Medhang di bhumi Mataram! 

Sekarang dimanakah letak Kerajaan Medhang Kamulan itu ? 
Perkataan Medhang (Mendhang) Kamulan terdiri dari dua kata: Medhang dan Kamulan. perkataan Medhang (Mendhang) berarti "ibu kota". Buktinya : 
  1.  Prasasti Kedu (Mantyasih) yang lebih dikenal dengan nama Prasasti Balitung, bertahun 907 M ditemukan di desa Kedu. Antara lain menyebutkan : "rahyang tarumuhun ri Medhang ri Poh Pitu". (Slamet Mulyono, Sriwijaya: hal. 147). Artinya pembesar-pembesar terdahulu yang memerintah di Medhang Poh Pitu, atau pembesar-pembesar yang memerintah terdahulu yang beribu kota di Poh Pitu. 
  2.  Prasasti Tengaran (Jombang, Jawa Timur) memindahkan Ibu kota Mendhang dari Poh Pitu ke Mamratipura, dan raja Wawa mengatakan ibukotanya "ri Mendhang ri Bhumi Mataram", artinya "di Medhang di Bumi Mataram". Dan nama ibukota ini dalam prasasti Tengaran tersebut disebut pula "Medhang i Bumi Mat i Watu" yang artinya "Ibukota di Bhumi Mat i Watu" (Caspaaris, I, 1950 : hal. 39-42).
Jadi jelas bahwa Medhang menjadi ibukota kerajaan Mataram, kota ini sebagai "kuthagara"nya di Mataram. 
Sedang Kamulan berasal dari kata dasar "mula" mendapatkan awalan "ka" dan akhiran "an", membentuk kata benda. Arti "mula" adalah awal, asal, atau akar. Untuk memperoleh penjelasan tentang "mula" tersebut, perlu dikemukakan contoh-contoh yang diajukan oleh Casparis dalam Prasasti Indonesia I (1950). 
Batu dari Siman, Kediri (OJO 28) menyebutkan beberapa kali "Sang Hyang Dharma Kamulan", yang artinya "Mula Sang Hyang Dharma" Maksudnya adalah "pendahlu yang telah tiada, atau sebuah tempat pemakaman nenek moyang". Selanjutnya dalam Prasasti Singasari disebutkan (OJO 38) "apan ngakai gunung wangkali kamulan Kahyangan ia pangawan" yang artinya "sebab inilah gunung Wangkali dari Kahyangan di Pangawan". Jadi disini kata "mula" berhubungan dengan "gunung suci?, pendahulu, cikal bakal aatau suci. 
Dalam Prasasti Karangtengah (824 M) diceritakan bahwa Ratu Puteri Pramodhawardhani (Sri Kahuluan dan Prasasti Sri Kahuluan th 842) mendirikan "Kamulan" di Bhumi Sambhara (Budhara) atau bangunan suci Borobudur. Di sini arti "Kamulan" adalah makam nenek moyang dan tempat pemujaan. 
Dari penjelasan di atas kita dapat menduga mungkin yang dimaksudkan dengan kata "mula" di sini adalah "asal, cikal bakal, awal atau permulaan kejadian." Jadi Medhang Kamulan berarti ibukota yang mula pertama atau asal kejadian. 
Sekarang timbul pertanyaan: Di manakah letak ibukota tersebut? melihat sebutan- sebutan ibukota seperti Medhang i Poh Pitu, Medhang i Mat i Watu, Medhang ri Mamratipura, ri Medhang ri Bhumi Mataram, menimbulkan kesan pada kita, bahwa agaknya ibukota tersebut selalu berpindah-pindah tempat, sebab mungkin terdesak oleh penguasa lain, bencana alam dan lain-lain. Sehingga ibukota kerajaan : Mojopahit : dari Mojopahit ke Sengguruh; dari Mojopahit ke Bintara, Demak; Mataram : dari Kerta ke Plered; dari Plered ke Wanakerta atau kartosuro,  dan dari Kartosuro berpindah ke Surakarta, dan sebagainya. 
Beberapa ahli menunjuk letak kota Medhang sebagai berikut : 
  1. Di sekitar Prambanan, sebab disitu banyak peninggalan sejarah berupa candi. Maka disitu pulalah pusat ibukota kerajaan Medhang. Inilah pendapat Krom, (1957 : 40). Juga dalam cerita Bandung Bandawasa berperang dengan Prabu Baka di Prambanan dan cerita terjadinya Candi Sewu dan Candi Lara Jonggrang berlokasi di Prambanan. (Ranggawarsito, III, 1922). 
  2.  Letaknya di Purwodadi, daerah Grobogan, sebab di situ terdapat desa Medhang Kamulan, Kesanga, dan sebagainya yang berkaitan dengan Ceritera Aji Jaka Linglung. Serta di desa Kesanga terdapat puing-puing bekas istana kerajaan yang diduga bekas istana kerajaan Medhang. (Raffles, 1978). 
  3.  Pendapat purbacarka dalam bukunya "Enkele Oud platsnamen" dalam TBG, 1933, menyatakan bahwa letak Medhang Kamulan di sekitar Bagelen (Purworejo), sebab di daerah itu terdapat desa bernama Awu-awu langit dan desa Watukura. Dyah Watukura adalah nama lain bagi Balitung, salah seorang keturunan Raja Sanjaya. Desa Awu-awu langit artinya mendung atau Medhang
Dari beberapa pendapat tersebut, yang jelas bahwa ibukota kerajaan Mataram selalu berpindah-pindah. Sebagai ibukota permulaan adalah Purwodadi, daerah Grobogan, kemudian berpindah ke sekitar Prambanan, kemudian berpindah ke daerah Kedu Bagelen, dan berpindah ke Prambanan lagi, baru sesudah itu berpindah ke Jawa Timur. 
Alasan menentukan ibukota pertama di Purwodadi adalah : 
  1.  "Purwa" berarti "permulaan" (Jawa: kawitan). "Dadi" artinya "jadi" (Jawa : Dumadi). Yang mula-mula jadi, purwaning dumadi, sangkan paraning dumadi. Hal ini dikaitkan dengan ceritera Aji Saka dengan Carakan Jawanya yang mengandung hidup, dan kehidupaan manusia "Manunggaling Kawula Gusti", dari sejak asal mula manusia di dunia ini. 
  2.  Bila kita tinjau letak geografisnya, memang lebih sesuai, sebab didaerah tersebut mudah mencari air, padahal setiap makhluk membutuhkan air. Daerah ini memanfaatkan air sungai Lusi dan beberapa anak sungainya untuk lalu lintas, pengairan kebutuhan hidup sehari-hari. Lagi puia daerah ini tidak jauh dari laut, bahkan mungkin terletak di tepi pantai Laut Jawa. 
  3.  Di dalam Primbon Jayabaya (hal.27) dikatakan bahwa Aji Saka naik takhta di negara Sumedang Purwacarita. Perkataan "Sumedhang" di sini bukanlah kota Sumedang di Jawa Barat sekarang, tetapi dimaksudkan kota Medhang yang sangat baik. Jadi Sumedang Purwacarita artinya ibukota Medhang yang sangat baik bagi (negara) Purwacarita. Purwa berarti permulaan; carita berarti cerita, kejadian, purwaning dumadi, sangkan paraning dumadi. Dengan demikian Sumedhang Purwacarita identik dengan Medhang (Mendhang) Kamulan yang lahir di Mataram (negeri ibu, ibu pertiwi) yang pertama kali.

Selanjutnya bagaimana cerita tentang Grobogan ? 
Menurut cerita tutur yang beredar di daerah Grobogan, suatu ketika pasukan Demak di bawah pimpinan Sunan Ngudung dan Sunan Kudus menyerbu ke pusat kerajaan Mojopahit. Dalam pertempuran tersebut pasukan Demak memperoleh kemenangan gemilang. Runtuhlah kerajaan Mojopahit. Ketika Sunan Ngundung memasuki Istana, dia menemukan banyak pusaka Mojopahit yang ditinggalkan. Benda-benda itu dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam sebuah grobog, kemudian dibawa sebagai barang boyongan ke Demak. 
Peristiwa tersebut sangat mengesankan hati Sunan Ngudung. Sebagai kenangan, maka tempat tersebut diberi nama Grobogan yaitu tempat berupa grobog. 
Di atas dijelaskan, bahwa grobog adalah sebuah kotak persegi panjang yang digunakan untuk menyimpan uang atau barang yang dibuat dari kayu. Kadang-kadang berbentuk bulat, agar mudah membawanya dan dengan cepat dapat diselamatkan apabila ada bahaya mengancam, misalnya bahaya kebakaran. Tetapi grobog juga dapat berarti kandang yang berbentuk kotak untuk mengangkut binatang buas (misalnya: harimau) hasil tangkapan dari perburuan. Grobog tersebut dapat juga digunakan sebagai alat penangkap harimau. Grobog ini biasa disebut Grobog atau bekungkung (bila kecil disebut: jekrekan untuk menangkap tikus) (Geriecke dan Roorda, 1901 : 569). 
Dari penjelasan diatas, Grobogan berasal dari kata Grobog yang dalam salam ucapnya menjadi "grogol". yaitu alat penangkap binatang buas. Di Kotamadya Surakarta terdapat kampung bernama Grogolan, yang dahulu tempat mengumpulkan harimau hasil perburuan (digrogol atau dikrangkeng). Di perbatasan Kotamadya Surakarta dengan Kab. Dati II Sukoharjo terdapat desa yang bernama desa Grogol, Kec. Grogol, ialah daerah perburuan Sunan Surakarta dan Pajang pada zaman kerajaan. 
Sejalan dengan penjelasan di atas maka Grobogan adalah sebuah daerah yang digunakan sebagai daerah perburuan. Dan ternyata daerah ini merupakan daerah perburuan Sultan Demak (Atmodarminto, 1962 : 119) atau merupakan daerah persembunyian para bandit dan penyamun zaman Kerajaan Demak Pajang (Atmodarminto, 1955 : 123). Pada zaman Kartasura daerah ini merupakan daerah tempat tinggal tokoh-tokoh gagah berani dalam berperang (Babad Kartosuro, 79), misalnya : Adipati Puger, Pangeran Serang, Ng. Kartodirjo, dan lain-lain. 
Samana jeng Suitan karsa lelangen, amburu sato ing wanadri, Trenggono kadherekaken para abdi, mring Sela wus laju maring anggrogol sato wana. (Admadarminto, 1062 : 19). 
Dalam abad XIX daerah Grobogan merupakan daerah persembunyian para pahlawan rakyat penentang kekuasaan kolonial Belanda, bersama-sama dengan daerah Sukowati. Daerah ini sangat cocok sebagai daerah persembunyian, karena merupakan daerah hutan jati yang lebat dan berbukit-bukit.

sumber : http://grobogan.go.id/